Senin, 16 Februari 2015

Ringkasan Teori-Teori Belajar di Era Behavioristik (Koneksionisme) dan di Era Kognitivistik (Konstruktivistik)



 A.       Teori Belajar di Era Behavioristik (Koneksionisme)
Teori belajar behaviorisme merupakan teori belajar yang telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Teori ini dicetuskan oleh Gage dan Berliner yang berisi tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Para ahli yang banyak berkarya dalam aliran behavioristik antara lain, Thorndike (1911); J.B Watson (1913); Hull (1943); Skinner (1968) dan lain-lain.
1.        Thorndike
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus (yang berupa pikiran, perasaan dan gerakan) dan respons (yang juga bisa berupa pikiran, perasaan atau gerakan). Jelasnya, menurut Thorndike perubahan tinngkah laku boleh berwujud sesuatu yang konkret (dapat diamati), atau yang nonkonkret (tidak bisa diamati). Teori Thorndike telah banyak memeberikan inspirasi kepada pakar lain yang datang sesudahnya. Teori Thorndike disebut sebagai aliran koneksionis.
Connectionism ( S-R Bond) adalah hukum belajar yang dihasilkan oleh Thorndike yang melakukan eksperimen yang terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
a)        Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus – Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
b)        Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pendayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
c)        Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.

2.        J.B. Watson   
Merupakan bapak behavioral psychology,  menurut Watson memandang psikologi sebagai studi tentang perilaku manusia. Alasan yang melatar belakangi hal ini adalah bahwa perilaku manusia merupakan proses dari kegiatan fisik dan hubugannya dengan lingkungan. Proses kegiatan fisik tersebut secara alami merupakan faktor penyebab bagi berbagai perilaku yang ditampilkan manusia.
Perilaku, menurut pandangan Watson sebagai seorang behaviorist adalah serangkaian fungsi dari hubungan-hubungan antara stimulus yang ada didalam lingkungan dengan karakteristik manusia, seperti dorongan, hereditas, kebiasaan, emosi, dan mekanisme yang digunakan dalam menghadapi stimulus. Stimulus berkaitan dengan situasi dan respons yang berkaitan dengan perilaku yang ditampilkan dalam menghadapi situasi yang ada, seperti panas (stimulus) dan berkeringat merupakan respons yang timbul secara alamiah terhadap panas.

3.        Clark L. Hull
Semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Dorongan belajar (stimulus) dianggap sebagai sebuah kebutuhan biologis agar organisme mampu bertahan hidup. Menurut Hull kebutuhan dikonsepkan sebagai dorongan (drive) seperti lapar, haus, tidur hilangnya rasa nyeri dan sebagainya. Stimulus hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis ini, meskipun respon mungkin bermacam-macam bentuknya.

4.        Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti yang memandang bahwa belajar merupakan kaitan asosiatif antara stimulus tertentu dan respons tertentu. Selanjutnya beliau juga berpendirian bahwa hubungan antara stimulus dengan respons merupakan faktor kritis dalam belajar. Hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.

5.        Burrhus Frederic Skinner
Konsep-konsep yang dikemukanan tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Respon yang diberikan oleh siswa tidaklah sesederhana itu, sebab pada dasarnya setiap stimulus yang diberikan berinteraksi satu dengan lainnya dan interaksi ini akhirnya mempengaruhi respons yang dihasilkan. Sedangkan respons yang diberikan juga menghasilkan berbagai konsekuensi yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkahlaku siswa.
 Operant Conditioning adalah hukum belajar yang dihasilkan oleh B.F. Skinner yang melakukan eksperimen yang terhadap tikus menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
a)        Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
b)        Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.

6.        Ivan Pavlov
Ivan Pavlov (1849-1936), psikolog Rusia adalah pertamakali meneliti perilaku mahluk hidup berdasarkan classical conditioning atau pengkondisian lingkungan secara klasik. Penelitian Pavlov difokuskannya pada proses pencernaan yang terjadi pada anjing percobaan yang dapat diamati melalui air liur yang dikeluarkan oleh anjing tersebut. Dalam melakukan percobaaannya, Pavlov memasangkan stimulus, yaitu daging dengan respons. Respons terhadap stimulus diperlihatkan oleh anjing melalui air liurnya.
Hasil penemuan Pavlov melalui penelitianya yaitu classical conditioning merupakan temuan penting didalam sejarah perkembangan psikologi karena temuan tersebut meletakkan dasar-dasar behavorial psychology. Prinsip-prinsip yang terdapat dalam classical conditioning masih tetap diterapkan dalam berbagai modifikasi perilaku diberbagai bidang, seperti bidang pendidikan, terapi medis, terapi phobia, dan panik yang berlebihan. Terapi classical conditioning merupakan metode terapi dalam mengubah perilaku yang bersifat maladaptif dan mengubahnya menjadi perilaku yang adaptif, misalnya rasa takut terhadap pelajaran matematika diubah menjadi rasa senang dengan pelajaran matematika.

B.       Teori Belajar di Era Kognitivistik (Konstruktivistik)
Teori belajar kognitivistik merupakan suatu teori belajar yang lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Bagi penganut aliran ini, belajar tidak sekadar melibatkan hubungan antara stimulus da respons namu belajar melibatkan berpikir yang kompleks. Menurut teori ini ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seorang individu melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan.
Sedangkan teori belajar konstruktivitik adalah bahwa belajar merupakan proses penemuan (discovery) dan transformasi informasi kompleks yang berlangsung pada diri seseorang. Individu yang sedang belajar dipandang sebagai orang yang secara konstan memberikan informasi baru untuk dikonfirmasikan dengan prinsip yang telah dimiliki, kemudian merevisi prinsip tersebut apabila sudah tidak sesuai dengan informasi yang baru diperoleh. Agar siswa mampu melakukan kegiatan belajar, maka ia harus melibatkan diri secara aktif. Beberapa tokoh dalam aliran kognitivisme;

1.        Jean Piaget
Menurut Jean Piaget (1975), proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yakni asimilasi, akomodasi dan equilibrasi (penyeimbangan). Proses asimilasi adalah proses penyatuan informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa. Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif kedalam situasi yang baru. Equilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.
Menurut Piaget, proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang dilalui siswa yang dalam hal ini piaget membaginya menjadi empat tahap yaitu tahap sensori-motor (usia 1,5 – 2 tahun), tahap pra operasional (usia 2/3 – 7/8 tahun), tahap operasional konkret (usia 7/8 – 12/14 tahun) dan tahap operasional formal (usia 14 tahun lebih).

2.        Bruner
Bruner (1960) mengusulkan teorinya yang disebut free discovery learning. Menurut teori ini, proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan (termasuk konsep, teori, definisi, dan sebagainya) melalui contoh-contoh yang menggambarkan (mewakili) aturan yang menjadi sumbernya. Dengan kata lain siswa dibimbing secara induktif untuk memahami konsep kejujuran.
Melalui penelitiannya tentang evolusi perkembangan manusia, Bruner menemukan tiga bentuk berpikir manusia yang menstruktur kemampuan manusia dalam mem,ahami dunia disekitarnya. Ia mengemukakan bahwa manusia merespons lingkungan disekitarnya melalui gerakan motorik, melalui imajinasi dan persepsi tentang lingkungannya dan melalui cara yang mewakili imajinasi dan persepsinya. Ketiga sistem berpikir manusia tersebut antara lain:
a)        Enactive representation
Enactive representation berkaitan dengan cara yang digunakan anak dalam membangun kognitifnya atau kemampuan berpikirnya melalui pengalaman empirik atau pengalaman nyata. Misalnya anak akan mengerti nama suatu makanan apabila makanan tersebut ditunjukkan kepadanya dan disebutkan namanya.
b)        Iconic representation
Iconic representation berkaitan dengan kemampuan manusia dalam menyimpan pengalaman empirik didalam ingatannya. Anak telah mencapai kemampuan ini sudah dapat menyebutkan nama benda dan peristiwa yang ditampilkan melalui gambar, atau untuk mengekspresikan pikirannya, anak dapat menggunakan gambar yang dibuatnya.
c)        Symbol representation
Symbol representation berkaitan dengan kemampuan manusiadalam memahami konsep dan peristiwa yang disajikan melalui bahasa. Pernyataan yang diungkapkan melalui bahasa mengandung konsep dan karakteristik konsep serta makna yang berkaitan dengan konsep tersebut. Dalam fase ini anak telah mampu berpikir abstrak.

3.        Ausubel
Menurut Ausubel proses utama dalam dalam menambah informasi kedalam struktur kognitif atau Schemata adalah dengan cara menambahkan informasi baru kedalam struktur kognitif, yang disebutnya dengan istilah subsumtion. Ausubel membagi tahapan dan proses perkembangan kognitif kedalam tiga bentuk, yaitu (1) derivative subsumtion, (2) correlative subsumtion, (3) obliteratve subsumtion.

a)        Derivative subsumtion
Derivative subsumtion  berkaitan dengan kenyataan bahwa belajar terjadi pada waktu anak membangun konsep baru diatas konsep yang telah diketahuinya. Misalnya apabila anak mengetahui konsep apel maka konsep tersebut diperluas dengan konsep-konsep yang lebih detail yang berkaitan dengan apel, seperti apel merah, kue apel, jus apel.
b)        Correlative subsumtion
Correlative subsumtion berkaitan dengan perluasan konsep pada aspek-aspek terkait dengan konsep-konsep lain. Misalnya, anak yang telah memahami konsep apel dan derivasi konsep akan menghubungkan konsep apel dengan jeruk, misalnya bentuknya permukaan kulitnya (halus) dan manfaatnya, dan bahayanya bagi kesehatan manusia.
c)        Obliterative subsumtion
Obliterative subsumtion berkaitan dengan kemampuan dalam menentukan cara mempelajari konsep dan berkaitannya. Misalnya, untuk memahami konsep apel maka anak perlu mengetahui karakteristik apel, seperti apel yang baik untuk dibuat kue, apel yang baik untuk dimakan mentah dan apel yang baik untuk dibuat jus.

4.        Vygotsky
Teori perkembangan kognitif Vygotsky berkaitan dengan kemampuan dalam merekonstruksi berbagai pengalaman aktual hasil interaksi individu dengan lingkungan disekitarnya. Vigotsky menyatakan bahwa perkembangan secara langsung dipengaruhi oleh perkembangan sosial. Teori yang dikemukakan Vigotsky menggunakan beberpa istilah, yaitu:
a)        Interaksi sosial (dampak sosial)
Interaksi sosial dipelajari dari orang yang kemampuan intelektualnya diatas kemampuan anak, seperti dari guru dalam proses pembelajaran di kelas.
b)        Scaffolding
Pembelajaran secara scaffolding berarti bahwa anak memeroleh ketrampilan untuk pemecahan masalah secara mandiri diskusi, praktek langsung, dan memberi penguatan.
c)        Zone of proximal development (ZPD)
Wilayah dimana anak mampu belajar dengan bantuan orang lain yang lebih berkompeten. ZPD berada antara anak sudah memiliki kemampuan belajar mandiri dan apa yang masih mampu diupayakan dengan bantuan orang lain.

5.        Albert Bandura
Albert Bandura (1925-2014) berpendapat bahwa manusia dapat belajar melalu penguatan orang lain. Dengan cara mengamati perilaku orang lain dan melihat konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan dari perilaku tersebut. Menurut Bandura, belajar dapat dilakukan dengan cara mengamati perilaku orang lain dan memolakan perilaku kita terhadap perilaku orang lain, pada tahap inilah manusia memerlukan proses kognitif. Bagi Bandura, siapapun yang dapat mengontrol model dalam masyarakat akan dapat mengontrol perilaku. Melalui berbagai penelitiannya, Bandura memperoleh hasil mengenai Self Efficacy (penghargaan diri), bahwa orang yang memiliki penghargaan terhadap dirinya akan yakin bahwa mereka mampu beradaptasi dengan berbagai macam peristiwa yang hadir dalam hidup mereka.
Mengingat pentingnya aktivitas sosial dalam proses belajar siswa, Slavin dan Webb menerapkan teori ini dalam proses pembelajaran, yang dikenal dengan metode pembelajaran kooperatif. Metode kooperatif merupakan metode pembelajaran yang menekankan pada diskusi siswa terhadap suatu materi dan melibatkan proses kognitif dalam menyelesaikan masalah.

6.        Gagne
Gagne mengemukakan lima macam hasil belajar, yaitu keterampilan intelektual, strategi kognitif, informasi verbal, sikap dan keterampilan motorik. Berikut penjelasan tentang lima macam hasil belajar menurut Gagne:
a)        Keterampilan intelektual, Keterampilan intelektual berhubungan dengan kemampuan seseorang dalam memecahkan masalah. Untuk itu, siswa memerlukan aturan-aturan tingkat tinggi, yaitu aturan-aturan yang kompleks. Untuk memperoleh aturan-aturan ini, siswa sudah harus belajar beberapa konsep konkret
b)        Strategi Kognitif, Dalam teori belajar modern, suatu strategi kognitif merupakan suatu proses kontrol yaitu suatu proses internal yang digunakan siswa untuk memilih dan mengubah cara-cara memberikan perhatian, belajar, meng8ingat dan berpikir (Gagne, 1985). Macam strategi kognitif menurut fungsinya, di antaranya yaitu strategi menghafal, elaborasi, pengaturan, metskognitif, afektif.
c)        Informasi Verbal, diperoleh sebagai hasil belajar di sekolah dan juga dari kata-kata yang diucapkan orang, membaca dari radio, televisi dan media lainnya.
d)       Sikap, Sikap merupakan pembawaan yang dapat dipelajari dan dapat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap benda, kejadian-kejadian atau makhluk hidup lainnya
e)        Keterampilan Motorik, Keterampilan motorik di sini tidak hanya mencakup kegiatan fisik, melainkan juga keterampilan intelektual, misalnya membaca, menulis, memainkan sebuah instrumen musik.











DAFTAR PUSTAKA

Bandura, A. Ross, D., & Ross, S. A. 1961. Transmission of aggression through the imitation of aggressive models. Journal of Abnormal and Social Psychology
Ertmer, Peggy dan Timothy Newby. (2013). Behaviorism, Cognitivism, Constructivism: Comparing Critical Features From an Instructional Design Perspective. Jurnal. Performance Improvement Quarterly, 26(2) Pp. 43–71.
Jamaris, Martini. 2012. Orientasi Baru dalam Psikologi Pendidikan. Bogor: Ghalia Indonesia

Mahendra, Agus. (2010). Pengertian_Belajar_dan_Implikasinya.pdf. [Online] Tersedia: http://file.upi.edu/Direktori/FPOK/JUR._PEND._OLAHRAGA/196308241989031/Modul_Perkembangan_%26_Belajar_Motorik_Agus_Mahendra. Diakses 14 Februari 2015

Schultz, D.P and Schultz, S.E. 2014. Sejarah Psikologi Modern. Bandung: Penerbit Nusa Indah
Uno, Hamzah, 2010. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara




Tidak ada komentar:

Posting Komentar