Rabu, 02 September 2015

Ilmuwan Muslim Matematika

Muhammad bin Musa Al Khawarizmi

Muhammad Bin Musa Al Khawarizmi adalah penemu ilmu aljabar, ilmuwan, dan tokoh ilmu pasti yang paling besar di dunia Islam. Dia juga ahli astronomi dan geografi yang sangat ulung.
Para ilmuwan Eropa mengenal namanya Algorismus. Dari namanya, diambil istilah algorism (logaritma). Dialah yang mempersiapkan ringkasan sebagian jadwal astronomi India kepada khalifah al-Ma’mun, yang dikenal dengan nama “Sind-Hind”, diambil dari bahasa sansekerta Sidhanta. Dia juga menulis sebuah buku yang memuat tempat-tempat yang dihuni di Bumi dengan merujuk kepada buku Ptolomeus dalam bidang geografi. Akan tetapi, karangannya dalam bidang ilmu pasti dianggap lebih penting daripada karya-karya lainnya. Salah satu bukunya dianggap sebagai dasar ilmu aljabar, bahkan kata algebra (aljabar) diambil dari nama bukunya; pada saat yang sama buku lainnya termasuk buku yanga pertama kali, dalam bidang ilmu hitung, menggunakan bilangan puluhan yang kita gunakan hingga sekarang, dan juga dipakai orang seluruh dunia. Yaitu bilangan yang dinamakan oleh para pengarang Arab “ bilangan India”, dan disebut oleh orang Barat “angka Arab”. Orang-orang yang berkecimpung dalam bidang ilmu hitung mengetahui kelebihan angka sepuluh yang memiliki kedudukan tersendiri dibandingkan dengan aturan enampuluhan yang dikenalkan oleh orang Yunani. Al-Khawarizmi dan orang-orang sesudahnya menemukan berbagai cara operasional dalam ilmu hitung yang macam-macam. Seperti penjelasan mengenai akar empat dalam bilangan dengan cara hitungan.
Hingga abad ketiga belas, Eropa Barat masih memakai angka Romawi yang tidak begitu dikenal, bahkan makin menambah susah dalam operasional ilmu hitung, dan memperlambat teori ilmu pasti. Kemudian ilmuwan Eropa mulai menggunakan angka-angka Arab yang dipergunakan oleh al-Khawarizmi. Itu berkat jasa ilmuwan Italia Leonrdo Febonatchi pada tahun 1202 M, yang menjelaskan bagaimana tanda puluhan dapat menyederhanakan operasional hitungan dan memperluas jangkauannya.
Pada saat itu pula, orang Prancis mulai memakai angka tersebut dalam praktik hitungan mereka. Dengan dimulainya penggunaan angka tersebut, ada beberapa kata Arab yang mamsuki bahasa Eropa. Bahasa Prancis untuk kata “Chiffre” dan bahasa Jerman untuk kata “Ziffer”, serta bahasa Inggris “Chiper” dan juga bahasa Prancis dan Inggris untuk kata “Zero” semuanya berasal dari kata “Shifr” dalam bahasa Arab, yang artinya nol. Kata ini dipakai untuk menjelaskan kekosongan pada tingkat hitungan tertentu: satuan, puluhan, ratusan dan sebagainya. Bilangan nol ditulis bulat dan di dalamnya kosong.
dalam bidang aljabar, belum pernah ada metode yang bagus kecuali setelah al-Khawarizmi menulis bukunya yang berjudul al-Mukhtashar fi Hisab al-Jabr wa al-Muqabalah. Uraian dan perkalian merupakan operasi bagi semua masalah ilmu pasti yang terangkum dalam enam persamaan.
1. AB2 = CB
2. AB2 = D
3. AB = D
4. AB2 + BC = D
5. AB + D = BC
6. BC + D = AB2
Yang lebih ekstrem lagi ialah keterpengaruhan bahasa Spanyol oleh bahasa Arab. Dalam bahasa Spanyol, dua kata bahasa Arab, al-jabr dan al-kasr betul-betul digunakan persis seperti penggunaan dalam bahasa Arab; baik untuk pecahan dalam hitungan maupun untuk pecahan dalam benda, seperti pecahnya tulang dan lain-lain.
sumber: Tokoh-Tokoh Sejarah Islam

Selasa, 26 Mei 2015

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keaktifan Belajar Matematika



Faktor yang mempengaruhi keaktifan belajar siswa meliputi faktor kesiapan, faktor kognitif siswa, faktor motivasi dan faktor desain pembelajaran. Keempatnya saling berkaitan dan secara bersama-sama mendukung proses belajar matematika siswa. Berikut ini akan dijelaskan dengan uraian-uraiannya dan runtut beserta contoh-contoh pembelajaran matematika. Empat faktor tersebut antara lain:

1.        Faktor kesiapan belajar
Faktor yang mempengaruhi keaktifan belajar matematika adalah faktor kesiapan belajar. Menurut Slameto (2003: 113) mengemukakan kesiapan belajar adalah keseluruhan kondisi seseorang yang membuatnya siap untuk memberikan respon atau jawaban didalam cara tertentu terhadap situasi. Penyesuaian kondisi pada suatu saat akan berpengaruh atau kecenderungan untuk memberi respon. Kondisi yang dimaksud adalah kondisi fisik, mental dan emosional, keterampilan, pengetahuan dan pengertian lain yang telah dipelajari. Sedangkan menurut Hamalik (2003:41) kesiapan belajar adalah keadaan kapasitas  yang ada pada diri siswa dalam hubungan dengan pengajaran tertentu. Jadi dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan kesiapan belajar adalah kondisi diri yang telah dipersiapkan untuk melakukan suatu kegiatan.
Keaktifan belajar itu beraneka ragam bentuknnya, mulai dari kegiatan fisik yang mudah kita amati sampai kegiatan psikis yanng susah diamati. Kegiatan fisik bisa berupa membaca, mendengar, menulis, berlatih keterampilan-keterampilan dan sebagainya. Oleh karena itu kesiapan belajar merupakan faktor penting yang mempengaruhi keaktifan belajar matematika siswa karena dalam hal ini siswa berusaha menggunakan kemampuan yang dimiliknya untuk berperan aktif terhadap keterlibatan langsung dalam belajar matematika. Contoh pembelajaran matematikanya adalah pada materi Persamaan Linier Dua Variabel (PLDV), kemudian pada pokok bahasan PLDV tersebut siswa dapat membandingkan konsep yang mereka milki, dilanjutkan dengan mencoba menyimpulkannya. dari hasil pemecahan masalah yang mereka selesaikan, siswa mencoba mempresentasikan hasil belajarnya dengan teman sebayanya dan menggunakan kegiatan psikis-psikis lainnya.

2.        Faktor Kognitif Siswa
Faktor kognitif siswa merupakan faktor yang mencakup kegiatan mental (otak). Segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam kognitif. Faktor kognitif siswa meliputi hal berikut:
a.         Pengetahuan Awal (Prior Knowledge)
Pengetahuan awal (prior knowledge) adalah sekumpulan pengetahuan dan pengalaman individu yang diperoleh sepanjang perjalanan hidupnya, kemudian dibawa pada suatu pengalaman belajar baru. Konsepsi prapembelajaran atau skema kognitif adalah konsepsi para siswa yang dapat dipakai sebagai pegangan awal oleh para guru dalam pembelajaran.
b.        Asimilasi
Asimilasi adalah proses dimana anak mengevaluasi dan mencoba memahami informasi baru, berdasarkan pengetahuan dunia yang sudah dimiliki (Upton, 2012: 24). Jadi dalam hal ini menunjukkan bahwa asimilasi adalah proses yang mana individu mengintegrasikan antara persepsi, konsep atau pengalaman baru ke dalam skema kognitifnya.
c.         Akomodasi
Akomodasi adalah proses dimana anak memperluas dan memodifikasi representasi-representasi mental mereka tentang dunia berdasarkan pengalaman-pengalaman baru (Upton, 2012: 24).  Jadi intinnya akomodasi adalah proses kognitif individu dalam menghadapi stimulus yang masuk ke dalam struktur kognitifnya. Proses akomodasi dapat terjadi dalam dua hal yaitu mengubah skema yang ada dalam struktur kognitif individu karena pengalaman yang ia temukan tidak ada dalam struktur berpikir individu atau individu bisa memodifikasi skema yang ada sehingga cocok dengan stimulus yang masuk ke dalam diri individu.
d.        Daya ingat jangka panjang
Long Term Memory (LTM) atau memori jagka panjang adalah suatu proses memori atau ingatan yang bersifat permanen, artinya informasi yang disimpan sanggup bertahan dalam jangka waktu yang sangat panjang. Long term memory merupakan tahapan akhir dari model proses informasi. Long term memory mempunyai dua komponen yakni Explisit/ declarative memory dan Implisit / non-declarative memory.

Memperhatikan dari beberapa faktor kemampuan kognitif siswa setidaknya dalam hal ini bisa menjadi perhatian bahwa faktor kognitif adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keaktifan belajar, terutama belajar matematika yang mempunyai tingkatan kognitif yang sangat diperlukan terhadap salah satu kriteria keberhasilan siswa, disebabkan faktor kognitif lebih mendominasi dalam kriteria penilaian belajar siswa. Contoh pembelajaran matematika yang memepengaruhi faktor kognitif adalah misalkan: pada materi Logaritma alog c = b. Sebelum memahami materi tersebut tentunya siswa harus mengetahui pra-materi tentang persamaan Eksponensial ab = c. Sehingga dari materi tersebut siswa telah membuktikan bahwa enam faktor kognitif merupakan penunjang keaktifan siswa dalam belajar matematika. Materi tentang Logaritma dan Eksponensial yang mereka pelajari dalam diri siswa tentunya melalui tahapan-tahapan keenam faktor kognitif siswa yakni pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sisntesis,  dan evaluasi.

3.        Faktor motivasi belajar
Faktor yang mempengaruhi keaktifan selanjutnya adalah faktor motivasi belajar. Motivasi belajar menurut Mc Donald yang dikutip Oemar Hamalik (2003:158) motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Jadi dapat disimpulkan motivasi belajar adalah keseluruhan daya untuk menggerakkan dalam diri siswa yang mengakibatkan kegiatan belajar yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang diinginkann oleh subjek belajar itu bisa tercapai. Beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi belajar yakni faktor individual dan faktor sosial. Faktor individual seperti kematangan atau pertumbuhan, kecerdasan, latihan dan faktor pribadi. Sedangkan faktor sosial misalkan faktor keluarga atau keadaan rumah tangga, guru, alat-alat dalam belajar dan motivasi sosial.
Jadi dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa faktor motivasi merupakan faktor yang dapat mempengaruhi keaktifan belajar siswa dan dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Contoh motivasi belajar siswa yaitu ketika siswa belajar materi matematika tentang Persamaan Aljabar, siswa berusaha untuk pantang menyerah dalam memecahkan masalah berupa soal-soal dan guru memfasilitasi siswa agar dapat mengkonstruk pengetahuan pada proses pembelajaran tersebut.

4.        Faktor desain belajar 
Desain belajar dapat didefinisikan dengan suatu proses desain dan sistematis untuk menciptakan pembelajaran yang lebih efektif dan efisien serta membuat kegiatan pembelajaran lebih mudah, yang didasarkan pada apa yang kita ketahui mengenai teori-teori pembelajaran, teknologi informasi, sistematika analalisis. Jadi dari definisi tersebut jelas bahwa desain pembelajaran merupakan faktor yang mempengaruhi keaktifan belajar matematika karena desain pembelajaran adalah bertujuan mencapai solusi terbaik dalam memecahkan masalah dengan memanfaatkan sejumlah informasi. Contoh desain belajar matematika adalah siswa belajar materi tentang Persamaan Kuadrat yakni dengan strategi kerja kelompok bersama teman-teman kelompoknya dan berusaha memecahkan masalah matematika tersebut dengan beberapa cara seperti berdiskusi, tutor sebaya atau dengan strategi lain dan juga dengan menggunakan media yang dibutuhkan dalam membahas materi tersebut agar dirinya dan teman kelompoknya dapat dengan mudah memahaminya.


DAFTAR REFERENSI

Hamalik, Oemar. 2003. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: Bumi Aksara

Slameto. 2003. Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Upton, Penney. 2012. Psychology Express: Developmental Psychology. Jakarta: Erlangga.

Rabu, 18 Maret 2015

Penerapan Asimilasi dan Akomodasi dalam Pembelajaran Matematika



Skema adalah kerangka mental yang digunakan untuk mengatur pengetahuan. Skema sebagai struktur data yang mewakili pengetahuan yang tersimpan dalam memori. Skema menghasilkan slot, yang berperan sebagai isi memori yang mempunyai bermacam-macam nilai. Dengan kata lain, pengetahuan akan diterima, dikodekan, disimpan, dan dimaknai sesuai dengan slot di mana ia ditempatkan (Bruning, dkk, 2004: 48). Sejalan dengan pendapat Bruning, dkk, Desmita (2012: 102) mengungkapkan bahwa skema (struktur kognitif) adalah proses atau cara mengorganisasi dan merespon berbagai pengalaman. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa skema sangat mempengaruhi individu dalam memperoleh pengetahuan.
Piaget (Upton, 2012: 24), berpendapat bahwa pengetahuan dibangun melalui dua proses, yaitu asimilasi dan akomodasi. Berikut akan dijelaskan masing-masing proses tersebut.
A.      Asimilasi
Asimilasi adalah proses dimana anak mengevaluasi dan mencoba memahami informasi baru, berdasarkan pengetahuan dunia yang sudah dimiliki (Upton, 2012: 24). Selanjutnya menurut Desmita (2012: 103), asimilasi merupakan perubahan objek eksternal menjadi struktur pengetahuan internal. Proses asimilasi ini didasarkan atas kenyataan bahwa setiap saat manusia selalu mengasimilasi informasi-infomasi yang sampai kepadanya, dimana kemudian informasi-informasi tersebut dikelompokkan ke dalam istilah-istilah yang sebelumnya sudah mereka ketahui. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa asimilasi adalah proses yang mana individu mengintegrasikan antara persepsi, konsep atau pengalaman baru ke dalam skema kognitifnya.

B.       Akomodasi
Akomodasi adalah proses dimana anak memperluas dan memodifikasi representasi-representasi mental mereka tentang dunia berdasarkan pengalaman-pengalaman baru (Upton, 2012: 24). Sedangkan Hergenhahn (2010: 326) mengungkapkan bahwa akomodasi adalah pertumbuhan progresif dari struktur kognitif yang mengubah karakter dari semua proses belajar selanjutnya. lebih lanjut Desmita (2012: 103) berpendapat bahwa akomodasi adalah mengubah struktur kognitif yang telah dimiliki sebelumnya untuk disesuaikan dengan objek stimulus eksternal.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa akomodasi adalah proses kognitif individu dalam menghadapi stimulus yang masuk ke dalam struktur kognitifnya. Proses akomodasi dapat terjadi dalam dua hal yaitu mengubah skema yang ada dalam struktur kognitif individu karena pengalaman yang ia temukan tidak ada dalam struktur berpikir individu atau individu bisa memodifikasi skema yang ada sehingga cocok dengan stimulus yang masuk ke dalam diri individu.



CONTOH 1
Asimilasi:
Seorang siswa mempunyai skema tentang perkalian sebagai penjumlahan bilangan sebanyak n kali. Kemudian, guru memberikan informasi baru mengenai ekponensial atau perkalian bilangan yang sama sebanyak n kali. Dengan pemberian informasi tersebut, siswa akan merasa proses perkalian sebagai penjumlahan bilangan sebanyak n kali berbeda dengan perkalian bilangan yang sama sebanyak n kali karena mempunyai kekhususan, yaitu dalam penulisannya. Siswa perlu memasukkan informasi baru ini ke dalam skema yang sudah dimiliki dengan mencoba mengerjakan proses perkalian bilangan yang sama sebanyak n kali tersebut.
Akomodasi:                       
Dalam proses perkalian bilangan yang sama sebanyak n kali yang dilakukan, siswa akan memodifikasi skema yang sudah dimiliki yaitu perkalian sebagai penjumlahan bilangan sebanyak n kali dengan menambahkan skema eksponensial sebagai perkalian bilangan yang sama sebanyak n kali. Dengan memodifikasi, siswa akan memperoleh skema baru mengenai eksponensial yang merupakan perkalian bilangan sebanyak n kali dengan kekhususan bilangan tersebut sama yang kemudian dapat dituliskan dalam bentuk ab = c  dengan keterangan a = sebuah bilangan, b = banyaknya pengulangan, dan c = hasil perkalian yang juga merupakan hasil eksponensial atau perpangkatan.
 
CONTOH 2 
Asimilasi: 
Siswa telah mempunyai skema tentang eksponensial sebagai perkalian bilangan sebanyak n kali dengan kekhususan bilangan tersebut sama yang kemudian dapat dituliskan dalam bentuk ab = c. Kemudian guru melanjutkan pembelajaran matematika dengan materi logaritma. Guru membimbing siswa memahami logaritma. Siswa akan memanggil skema tentang eksponensial yang nantinya akan dimodifikasi membentuk skema baru. Siswa perlu memasukkan informasi baru ini ke dalam skema yang sudah dimiliki dengan mencoba mengerjakan daan memahami tentang logaritma. 
Akomodasi:
Dalam proses memahami logaritma, siswa akan memodifikasi skema yang sudah dimiliki yaitu eksponensial sebagai perkalian bilangan yang sama sebanyak n kali yang dapat dituliskan dalam bentuk ab = c menjadi skema logaritma yang dapat dituliskan dalam bentuk alog c = b   dimana a disebut basis atau pokok logaritma dan c merupakan bilangan yang dilogaritmakan. Dengan memodifikasi, siswa akan memperoleh skema baru mengenai logaritma tersebut
                 
 
Daftar Pustaka

Bruning, R. H., Scraw, G. J., Norby, M. N., & Ronning, R. R. 2004. Cognitive Psychology and Instruction. Ohio: Prentice Hall.
Desmita. 2012. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Hergenhahn, B.R dan Olson, M.H. 2010. Theories of Learning. Jakarta: Kencana.
Upton, Penney. 2012. Psychology Express: Developmental Psychology. Jakarta: Erlangga.