Minggu, 02 November 2014

KEBEBASAN UNTUK MENCAPAI KEHIDUPAN HARMONI



Terinspirasi Oleh
Perkuliahan Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Marsigit, M.A
Refleksi 3: Kamis, 16 Oktober 2014 


Kebaikan dan keburukan yang melekat pada diri manusia adalah dua sisi kehidupan yang kontaradiktif, antitesis, dan berlawanan akan tetapi hal tersebut adalah sisi unsur kelengkapan dan  variasi sebagai mahluk ciptaan Tuhan YME yang dibekali akal dan hawa nafsu dalam lentera kehidupan yang sejalan terarah dan berliku dalam unsur filsafat pribadi seseorang. Kebaikan yang identik dengan hal yang positif, benar, syurga, unsur-unsur malaikat dll. menjadikan deskripsi kehidupan yang mempunyai penilaian lebih di dalam batin dan sanubari manusia sehingga unsur surgawi juga akan melekat pada diri kehidupan masusia dari sisi kebaikan. Sedangkan sebaliknya keburukan (kejahatan) yang identik dengan salah, tidak baik, negatif potensi negatif, neraka bersama unsurnya yakni setan dan iblis dll. adalah suatu sisi deskripsi kehidupan yang mempunyai nilai rendah (buruk) dan secara tegas harus kita hilangkan meskipun pada kenyataannya terkadang hal keburukan juga muncul tanpa disadari atau bahkan disadari secara sengaja meskipun berlawanan dengan hati dan sanubari manusia itu sendiri diruang gerak kebebasan pribadi dan sosial lahiriah manusia diciptakan dimuka bumi ini.
Kebebasan berarti memberikan ruang gerak bagi manusia untuk mengembangkan kehidupannya. Pribadi seseorang tidak dapat berkembang apabila ia tidak mempunyai ruang gerak berupa kebebasan untuk mengungkapkan diri. Walaupun begitu, mengutip M. Sastrapratedja, kebebasan manusia adalah kebebasan dalam situasi. Artinya, manusia mewujudkan diri bersama orang lain, dalam kebudayaan yang telah diciptakan orang lain dan dirinya, dalam kondisi genetik yang diwarisi dari orang tuanya, dalam ruang yang membatasi geraknya dan dalam ruang sosial tempat ia berada bersama dengan orang lain.
Sebuah permisalan sikap orang Jawa yang selalu muncul bila sedang berinteraksi dengan orang atau masyarakat lain yaitu mereka akan selalu bersikap untuk menghindari konflik secara terbuka atau terang-terangan. Dengan demikian, dalam hidup orang Jawa dalam upaya menjaga keselarasan sosial, mereka harus bersikap menyesuaikan diri, bersikap sopan santun, dan mewujudkan kerja sama, serta bersikap menghormati kepada orang yang bersikap baik dan lebih tinggi kedudukannya dalam struktur hirarkis yang menunjukkan orang lain lebih tinggi (kedudukan jabatan, usia) penting untuk mendapatkan pengakuan sosial dari masyarakat.
Kebebasan bersituasi harus dipahami sebagai kebebasan yang bertanggung jawab. Semakin tinggi tanggungjawab manusia dalam menjalankan tindakan bebasnya, semakin bermutu kehidupan yang dia bangun. Dalam situasi ini, manusia telah mampu menjembatani antara intelektualitas dengan kehendaknya, agar dapat berjalan beriringan. Jadi, kebebasan merupakan dasar untuk menjadi manusia yang bermutu. Kebebasan adalah dasar atas tindakan dan dunia seorang manusia untuk mencapai kehidupan harmoni antara sesama manusia, hewan (binatang) dan juga alam.






MEMAKNAI IDENTITAS DALAM BERFILSAFAT MATEMATIKA



Oleh : Darul Ulum
Perkuliahan Filsafat Ilmu
Terinspirasi oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A
Refleksi 4:  Kamis, 23 Oktober 2014 


Prinsip filsafat adalah identitas dan kontradiksi. Prinsip identitas dalam filsafat hanya terjadi dipikiran dan di akhirat. Misalnya "aku sama dengan aku", pernyataan ini hanya benar jika hanya terjadi di pikiran kita atau diakherat. Sama halnya juga dengan matematika, matematika itu hanya benar ketika masih dipikiran, ketika sudah diucapkan dan ditulis, secara filsafat sudah salah. Sedangkan prinsip kontradiksi dalam filsafat itu hanya terjadi di dunia. Ketika di dunia secara filsafat semuanya sudah sensitif terhadap ruang dan waktu. Artinya segala sesuatu di dunia itu kontradiksi. Dalam hal ini arti dari kontradiksi filsafat berbeda dengan kontradiksi di dalam matematika. Kontradiksi dalam filsafat berbeda dengan kontradiksi dalam matematika. Kontradiksi dalam matematika artinya tidak konsisten. Sesuatu yang tidak konsisten, pastilah kontradiksi. Tidak konsisten dalam matematika adalah tautologi, artinya apapun pasti benar. Sedangkan kontradiksi dalam filsafat adalah bukan identitas. Dalam filsafat, predikat termuat dalam subyek. Yang dimaksud dengan predikat itu sendiri adalah semua sifatmu termasuk nama, hak dan kewajiban.
Dan apabila berlaku hukum identitas maka aku sama dengan aku, kamu sama dengan kamu, telur sama dengan telur, satu sama dengan satu, saya yang dulu sama dengan saya yang sekarang, dan lain sebagainya. Tetapi ketika direnuungkan kembali, aku yang pertama pastilah tidak sama dengan aku yang kedua karena aku yang pertama diucapkan lebih dulu, sehingga akan berbeda seper sekian detik. Kamu yang pertama pastilah tidak sama dengan kamu yang kedua karena kamu yang pertama diucapkan lebih dulu, sehingga akan berbeda seper sekian detik.  Satu yang pertama pastilah tidak sama dengan satu yang kedua karena satu yang pertama diucapkan lebih dulu, sehingga akan berbeda seper sekian detik. Saya yang dulu pastilah berbeda dengan Saya yang sekarang karena sudah menempati ruang dan waktu yang berbeda. Jadi, semua di alam ini adalah kontradiksi (karena tidak berlaku hukum identitas). Yang ada hanyalah relatif terhadap ruang dan waktu. Satu-satunya yang tidak kontradiksi hanyalah Allah SWT, Tuhan Yang Menguasai Alam ini.
Salah satu tujuan dari filsafat adalah menemukan pemahaman dan tindakan yang sesuai. filsafat erat kaitannya dengan ilmu. karena bagaimana pun, tujuan dipelajari ilmu adalah untuk dapat dipahami kemudian direalisasikan ke dalam kehidupan yang nyata. tanpa pemahaman, ilmu tidak akan mungkin dapat dikuasai. matematika dan filsafat memiliki hubungan yang cukup erat, dibandingkan ilmu2 lainnya. alasannya, filsafat merupakan pangkal untuk mempelajari ilmu dan matematika adalah ibu dari segala ilmu. ada juga yang beranggapan bahwa filsafat dan matematika adalah ibu dari segala ilmu yang ada. hubungan lainnya dari matematika dan filsafat karena kedua hal ini adalah apriori dan tidak eksperimentalis. hasil dari keduanya tidak memerlukan bukti secara fisik.