Selasa, 28 Oktober 2014

SUBYEK BUKANLAH OBYEK


Oleh : Darul Ulum
Perkuliahan Filsafat Ilmu
Terinspirasi oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A
Refleksi 1,  Kamis 02 Oktober 2014  

“Kasih sayang orang tua itu kekal sepanjang masa” Itulah sepenggal kalimat yang dapat kita utarakan dan lantunkan dalam hidup kita semoga Allah SWT senantiasa melindungi beliau agar diberi kesehatan lahir maupun batin. Apalagi tatkala kita jauh berada disisi ayah dan ibu kita serasa sungguh terasa betapa besar kasih sayang yang mereka curahkan kepada kita hingga kita menginjak dewasa seperti sekarang ini. Masih terasa di hari besar Idul Adha kemaren disaat kumandang takbir tersyiarkan diseluruh pelosok bumi ini disaat ribuan umat muslim merayakan hari raya qurban dengan penuh suka dan cinta, berkumpul bersama, dan kebesaran akan syukur nikmat karunia yang diberikanNya, saat itu pulalah kita merasakan betapa kasih tulus orang tua sangat tak dapat tergantikan saat-saat kita jauh bermukim sebagai tholabul ‘ilm yang mulia di kota pelajar ini.
Dahulu tatkala kita masih remaja berkumpul satu rumah dengan orang tua jelas begitu banyak cerita lika liku hidup kesalahan yang pernah kita buat selama ini banyak sekali kontradiksi baik pemikiran, pendapat, pilihan dan aturan-aturan yang seolah-olah tidak sesuai dengan yang kita kehendaki, bahkan secara emosional terkadang kita keluar batas lingkup antara obyek dengan subyek. Kita harus tahu siapa objek dan siapa subyek sebenarnya, yang pasti semua sifat baik yang buruk (predikat) selalu mengenai subyek. Kita sebagai subyek secara emosional terkadang tidak bisa berpikir jernih membedakan antara ruang dengan waktu. Disaat gejolak emosional menyelimuti kabut hitam hati pikiran kita disaat itu pulalah lingkup ruang semestinya kita berhadap sebagai seorang subyek, terkadang suatu hal yang terpikirkan dan sudah kita anggap benar dan dirasa yakin kenyataan dilapangan menjadi dugaan yang meleset karena tak satupun orang dapat mengetahui lingkup ruang tersebut. Sebaliknya dengan lingkup waktu tatkala kita sebagai subyek menyalahi prosedur siapa subyek dan siapa obyek mungkin karena berpikir rasional bahwa subyek memiliki pendidikan yang mumpuni dan lebih tinggi dari pada obyek menjadikan subyek diatas langit tak terkalahkan dan diluar batas  lingkup ruang dan waktu terhadap pemikiran dan idealisnya. Ketahuilah bahwa meskipun kita sudah berpendidikan tinggi setinggi lagit bahkan sedangkan orang tua tidak pernah mengenyam pendidikan formal seperti kita tetapi kepintaran dan kehebatan mereka jauh lebih hebat dari kita, bukti riil nya mereka dengan hebat memiliki insting yang kuat tentang hidup terlebih mampu mendidik putra putrinya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dari padanya.
Manusia yang diciptakan dengan keadaan lemah sudah barang tentu akan merasa kesulitan dalam menghindari sebuah jebakan filsafat. Kesadaran yang merdeka, keikhlasan yang bersih dan tak bersyarat, perhatian, minat, pengertian, dst, semua itu sering kali menjebak. Manusia berbuat tapi sebenarnya ia tak berbuat. Manusia berucap tapi sebenarnya tak berucap. Jebakan atau bukan hanya hati kecil yang menyadarinya dan mengetahui. Sebuah tindakan bisa saja sebagai jebakan bila tidak sejalan dengan kata hati. Suatu ucapan yang keluar dari mulut bisa jadi sebuah jebakan bila memang bersebarangan apa yang ada dalam hati. Semua hal dapat dianggap sebagai jebakan ataukah tidak, hanya hati kecil yang akan mengetahui. Dunia lebih banyak dipenuhi oleh jebakan-jebakan, sebab “Wa ma al-hayat al-dunia illa mata’ al-ghurur” (dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu). Q.S al-Hadid: 20. Itulah perlunya kita belajar lebih dalam lagi tentang ilmu filsafat menilai segala sesuatu itu tidak sekedar hanya dalam formal tetapi juga normatif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar